Quantcast
Channel: Mita's Notes - About Every Stories
Viewing all articles
Browse latest Browse all 98

Refleksi Diri Di 385 Mdpl

$
0
0
Ketika pertama kalinya aku pijakkan kakiku ini di 385mdpl, aku merasa begitu menikmati perjalanan ini. Tidak seperti sebelumnya yang tanpa sadar kerap membuatku berusaha untuk menaklukan tempat yang kudatangi itu. Dalam perjalanan kali ini, tidak ada yang ingin kutaklukan selain ego diri sendiri. Sebelum melakukan perjalanan, biasanya aku selalu berekspektasi terlalu tinggi sehingga tanpa sadar kumelangkahkan kaki dan membawa keangkuhan diri. Keangkuhan untuk menunjukan eksistensi diri. 


Saat pertama kulangkahkan kakiku pada tanah dan batuan yang licin sehabis disapa hujan semalam. Satu pijakan, dua pijakan, tiga pijakan dan seterusnya... aku terus melangkah untuk berjuang di dalam jalanan terjal yang curam. Rasa lelah yang menyapa bahkan membuatku hampir menyerah dan putus asa, kemudian Aku teringat bahwa "ketika seseorang sudah memutuskan untuk melangkah, maka dia tidak boleh menyerah di tengah jalan sampai tiba di tujuan yang ingin dicapai."

Aku tersenyum, menyeka keringat yang membasahi hampir seluruh wajahku. Aku berusaha mengalahkan rasa lelah yang begitu kuat menarikku untuk entah yang berapa kali berhenti, diam sejenak dan beristirahat. Perjalanan masih panjang, Aku masih harus berjuang. Meski dia yang di sampingku terus berkata, "tak apa, santai saja jalannya." 
Ya, meski dia tak henti menenangkanku, tapi harus kembali berjuang naik untuk sampai ke atas. Aku harus melihat indahnya matahari yang muncul dari ufuk timur.

Jalanan yang curam dan terjal, segala rintangan yang kuhadapi membuatku mengerti bahwa untuk sampai pada tujuan akan banyak usaha yang harus kujalani. Seberat apapun itu, haruslah kuhadapi. Namun, pada akhirnya aku harus merelakan bahwa aku melewatkan moment matahari terbit karena pada sampai di atas, matahari sudah mulai meninggi. 


Perjuanganku belum usai, jalanan semakin menantang adrenalinku. Aku masih harus naik dari satu batu yang terjal ke batu yang lain. Berpijak pada satu batu ke batu yang lain. Entah berapa lama waktu yang telah kulalui. Ketika sampai di atas, di puncak 385 mdpl sejauh mata memandang aku melihat Bogor dari perspektif yang berbeda. Rumah-rumah di sekitar yang berjejer dengan indah yang ada di bawah, kebun-kebun yang ada di bawah, pertambangan yang ada di bawah dan nun jauh di sana terdapat gunung salak yang berdiri dengan megahnya. Aku bisa melihat sendiri dan percaya bahwa ternyata dunia itu luas dan semesta ini indah. Yang kulihat dari atas 385 mdpl hanya sebagian kecil saja. Semesta ini begitu luas bahkan kita sebagai manusia hanya setitik kecil yang berada di dalamnya. 

Entah mengapa, ada perasaan haru dan bahagia yang begitu membuncah. Meski hanya di puncak 385 mdpl, aku bisa merasakan secuil keindahan dunia yang memang indah, pun Indonesia. Dari atas sini, aku merasa begitu kecil, tidak ada apa-apanya. Aku merenungi banyak hal. Masihkah kita--sebagai manusia mengingkari betapa selama ini Tuhan telah memberikan nikmatNya yang begitu luar biasanya. Kuucap syukur padaNya, Allah, Tuhan semesta alam. 

Sepertinya, aku harus semakin banyak melangkah untuk dapat merefleksikan diri,  merenungi kehidupan ini, menjejakkan kaki, berpijak pada bagian lain di dunia ini untuk membuatku semakin mengenal diri ini dengan lebih baik.


Sebuah catatan kecil tentang jejak langkah kecilku ini yang telah membawaku pada salah satu pelajaran hidup paling berharga. Tak akan pernah kulupakan kenangan ini. Sampai kapanpun juga.


Gunung Kapur Bogor, 385 Mdpl
27 Desember 2015
Mita Oktavia


Viewing all articles
Browse latest Browse all 98

Trending Articles